love them 4ever

love them 4ever
no.1

Jumat, 11 Maret 2011

makalah Bronkiektasis and Asma

BAB II

Ø  Asma
A.    Defenisi
Penyakit asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas.” Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas.
Asma adalah suatu peradangan kronis dari tabung bronchial (saluran udara) yang menyebabkan pembengkakkan dan penyempitan (constriction) dari saluran-saluran udara. Akibatnya adalah kesulitan bernapas. Penyempitan bronchial umunya dapat dibalikkan baik secara total atau paling sedikit sebagian dengan perawatan-perawatan.
Tabung-tabung bronchial yang beradang kronis mungkin dapat menjadi sangat sensitif pada alergen-alergen (pemicu-pemicu spesifik) atau pengganggu-pengganggu/irritants (pemicu-pemicu nonspesifik). Saluran-saluran dapat menjadi "gugup" dan menetap dalam suatu keadaan kepekaan (sensitivity) yang tinggi. Ini disebut "Bronchial Hyperreactivity" (BHR). Kemungkinan besar ada suatu spektrum dari hiper kereaktifan brochial didalam semua individu-individu. Bagaimanapun, adalah jelas bahwa individu-individu yang menderita asma dan alergi (tanpa asma yang terlihat) mempunyai suatu derajat yang lebih besar dari hiperkereaktifan bronchial dari pada orang-orang yang bukan penderita asma dan alergi. Pada individu-individu yang peka (sensitif), tabung-tabung bronchial lebih mungkin membengkak dan menyempit ketika diskspose pada pemicu-pemicu seperti alergen-alergen (penyebab-penyebab alergi), asap rokok, atau latihan. Diantara penderita-penderita asma, beberapa orang mungkin mempunyai BHR yang ringan dan tidak ada gejala-gejala sedangkan yang lain-lain mungkin mempunyai BHR yang berat dan gejala-gejala kronis.
Asma mempengaruhi orang-orang secara berbeda-beda. Setiap individu adalah unik didalam derajat kereaktifannya pada pemicu-pemicu lingkungan. Ini secara alamiah mempengaruhi tipe dan dosis dari obat-obatan yang diresepkan, yang dapat berbeda-beda dari satu individu ke individu lainnya.

B.     Jenis – jenis
Terdapat dua jenis asma yang utama, yaitu asma ekstrinsik (alergi) dan asma intrinsic(non-alergi). Seseorang dapat memiliki asma campuran, yaitu kombinasi antara asma ekstrinsik dan asma intrinsik.
Asma ekstrinsik merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak dan orang dewasa dan biasanya fades oleh usia dan terhindar dari zat-zat alergi.
Asma intrinsik merupakan jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak berusia dibawah 3 tahun dan dewasa berusia diatas 30 tahun. Infeksi pernafasan karena virus merupakan pemicu utama dan mempengaruhi baik syaraf dan atau sel dekat permukaan pohon brokus. Hal ini menyebabkan bronkospasme atau melepaskan mediatorkimia yang menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya meliputi iritan, olah raga, udara dingin, perubahan emosi yang juga menyebabkan bronkospasme.
C.     Penyebab
Asma telah meningkat secara drastis selama beberapa dekade. Dalam id.wikipedia.org (indonesia) di ulas tentangpenyebab asma. Berikut sedikit kutipannya "Padapenderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara." Sebenarnya penyebab pasti asma belum diketahui, masih banyak yang mengira bahwa faktor-faktor berikut ini dapat menyebabkan asma atau faktor risiko asma :
* Kecenderungan dari alergi
* Sejarah Keluarga asma
* Infeksi pernafasan pada anak usia dini
* Alergi udara dan infeksi virus pada anak usia dini, pada saat sistem kekebalan sedang berkembang
* Eksposur ke asap rokok
* Kegemukan (Obesitas)
D.    Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
E.     Manifestasi klinis
1.      penurunan ketajaman penglihatan.
2.       silau.
3.       adanya pengemburan seperti mutiara keabuan pada pupil.
4.       pandangan kabur/redup.
5.       susah melihat dimalam hari.
6.       pupil tampak kekuning kuningan, abu abu / putih.
F.      Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

G.    Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.
Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
·gangguan proses penyembuhan luka
·terhambatnya pertumbuhan anak-anak
·hilangnya kalsium dari tulang
·perdarahan lambung
·katarak premature
·peningkatan kadar gula darah
·penambahan berat badan
·kelaparan
·kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.
Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).
H.    Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.

I.       Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a.       Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1)      Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.
2)      Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3)      Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4)      Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b.      Pemeriksaan darah
1)      Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2)      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3)      Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4)      Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a.       Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b.      Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c.       Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d.      Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e.       Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3.      Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

4.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a.       perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b.      Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c.       Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.


5.      Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

6.      Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

J.       Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Tujuan :
- anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :
tidak ada wheezing dan retraksi
batuk menurun
warna kulit kemerahan
- anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai dengan saturasi oksigen ± 95 %
Intervensi:
a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas
R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler
R/; mengembangkan ekspansi paru
c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif
R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
d. Lakukan suction jika perlu
R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri
e. Lakukan fisioterapi
R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru
f. Berikan oksigen sesuai program
R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi
Monitor peningkatn pengeluaran sputum
R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru
h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi
R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi
2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas
Intervensi :
Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR
R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut
Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup
R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
Minta orang tua untuk selalu menemani anak
R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan
Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi
Ajarkan teknik manajemen stress
R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress
3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan:
Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake
Intervensi:
a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya
R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake
b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna
R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna
c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi
R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive
Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Tujuan :
Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam
R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya
b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan
R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar
c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan anak
R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok
Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Tujuan :
Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan
b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi
R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan
c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

K.    Tindakan Pembedahan












Ø  Bronkiektasis
A.    Definisi
bronkiektasis (bronchiectasis) adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari saluran pernafasan yang besar. 

bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya.
keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.

secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit.
kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur aspergillus).

dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan.
lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. sel-sel ini terdiri dari:
- sel penghasil lendir
- sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan
- sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh, melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan.
pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus.

pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. ketegangan dinding bronkus yang normal juga hilang.
area yang terkena menjadi lebar dan lemas dan membentuk kantung yang menyerupai balon kecil.
penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak dinding bronkus.

peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli) dan menyebabkan bronkopneumonia, jaringan parut dan hilangnya fungsi jaringan paru-paru.
pada kasus yang berat, jaringan parut dan hilangnya pembuluh darah paru-paru dapat melukai jantung.

peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat menyebabkan batuk darah.
penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
B.     Jenis – jenis

C.     Penyebab

Batuk menahun bisa disebabkan oleh:
1.     Infeksi pernapasan
§  Campak
§  Pertusis
§  Infeksi adenovirus
§  Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas br>- Influenza
§  Tuberkulosa
§  Infeksi jamur
§  Infeksi mikoplasma
2.     Penyumbatan bronkus
§  Benda asing yang terisap
§  Pembesaran kelenjar getah bening
§  Tumor paru
§  Sumbatan oleh lendir
3.     Cedera penghirupan
§  Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
§  Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4.     Keadaan genetik
§  Fibrosis kistik
§  Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener
§  Kekurangan alfa-1-antitripsin
5.     Kelainan imunologik
§  Sindroma kekurangan imunoglobulin
§  Disfungsi sel darah putih
§  Kekurangan koplemen
§  Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa
6.     Keadaan lain
§  Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
§  Infeksi HIV
§  Sindroma Young (azoospermia obstruktif)
§  Sindroma Marfan.

D.    Gejala
Gejalanya bisa berupa: - batuk menahun dengan banyak dahak yang berbau busuk - batuk darah - batuk semakin memburuk jika penderita berbaring miring - sesak napas yang semakin memburuk jika penderita melakukan aktivitas - penurunan berat badan - lelah - clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang) - wheezing (bunyi napas mengi/bengek) - warna kulit kebiruan - pucat - bau mulut.
E.     Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala:
1. Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk.
Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
2. Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal.









F.      Patofisiologi
patofisiologi-bronkiektasis.jpg
G.    Pengobatan
Tujuan dari pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan pembentukan dahak,membebaskan penyumbatan saluran pernapasan serta mencegah komplikasi.
Drainase postural yang dilakukan secara teratur setiap hari, merupakan bagian dari pengobatan untuk membuang dahak. Seorang terapis pernapasan bisa mengajarkan cara melakukan drainase postural dan batuk yang efektif.
Untuk mengatasi infeksi seringkali diberikan antibiotik, bronkodilator Dan ekspektoran.
Pengangkatan paru melalui pembedahan dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat atau pada penderita yang mengalami perdarahan hebat.

H.    Komplikasi
1.Bronkitis kronik
2.Pneunomia dengan atau tanpa atelektasis
3.Pleuritis
4.Efusi pleura atau empiema (jarang)
5.Abses metastasis di otak
6.Hemoptisis
7.Sinusitis
8.Kor pulmonal kronik
9.Kegagalan pernafasan
10.Amiloidosis

I.       Pemerksaan lab

Laboratorium; 
- Anemia infeksi kronik
- leukositosis infeksi supuratif
- Urin umumnya normal, ada komplikasi amiloidosis proteinuria
- kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
- Perubahan sputum dari wrna putih jernih menjadi kuning atau hijau infeksi sekunder
Radiologis; 
- gambaran radiologi khas untuk bronkiektasis honey comb appearance
- kadang juga terdapat bercak-bercak pneumonia
- fibrosis atau kolaps (atelektasis)
- kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal.

J.       Intervensi keperawatan
1.         Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi   sekret, sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang     efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji /pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran  tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4.      Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
5.      Observasi karakteriktik  batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/   Mengetahui keefktifan batuk
6.      Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7.      Berikan obat sesuai indikasi
R/   Mempercepat proses penyembuhan.
2.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan   kerusakan alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-  24x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
Rencana Tindakan :
1.   Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori
R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
2.   Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3.   Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas  serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
4.   Awasi tingkat kesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
5.   Awasi tanda vital dan status jantung
R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung
6.   Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
3.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
Tujuan  : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.
Rencana tindakan :
1.      Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan
2.      Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
3.      Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4.      Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien
4.         Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala -gejala infeksi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-10000/mm.batuk produktif tidak ada.
Rencana intervensi :
1.       Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum
R/ Untuk mengidentifikasi  kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
2.       Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3.       Berikan nutrisi yang adekuat
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan terhadap infeksi.
4.       Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.
5.         Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,  kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan : Hilangnya ansietas
Kriteria hasil :  Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi   nadi 60-100x/mt.
Intervensi Keperawatan :
1.      Selama periode distress pernafasan akut :
·         Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung
·         Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt
·         Demontrasikan untuk kontrol pernafasan
·         Ijinkan seseorang untuk menemani pasien
·         Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang
R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan relaksasi  dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
2.      Hindari pemberian informasi  dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan menyakinkan.
R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
3.      Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.
6.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas
Rencana Tindakan
1.   Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
R/  Mengidentifikasi kembali penyimpangan tujuan yang diharapkan
2.   Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan  dan dilakukan secara bertahap
R/  Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
3.   Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah.
R/  Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi

K.    Tindakan Pembedahan













BAB III







































Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar